Bukan soal kesibukan namun kepedulian

"Thank God you sent this person into my life" Kalimat di atas nampak lebay namun benar adanya bahwa di luar sana ada orang-orang yang bersyukur dengan kehadiran kita dalam hidup mereka. Bukan soal waktu namun soal kepedulian. Tidak sedikit orang yang menyempatkan diri untuk membantu meringankan kesulitan orang lain disela-sela kesibukannya karena mereka peduli dan tidak sedikit pula orang-orang yang memilki waktu luang namun mereka tidak mau membantu orang lain karena pada dasarnya mereka tidak peduli tentang kesulitan orang lain. Ada yang berfikir bahwa bantuan harus dalam bentuk yang terlihat wujudnya, namun ada bantuan dengan sekedar menemani, mendengarkan, memberi semangat, bahkan menepuk atau mengelus pundak. Saya merasakan sulitnya menemukan bahkan menjadi orang yang bisa membantu orang lain tanpa tendensi apapun. Tentunya menjadi orang baik itu proses yang tidak singkat.  Ada yang pernah mengatakan "kondisi apapun share kabar kamu ya" nyatanya saat ngesaherpu

Debute



Kendari, 5 Maret 2021 pada pukul 12.30 siang adalah jadwal penerbanganku untuk meninggalkan tanah kelahiranku. 

Kedua adikku, Kakak perempuanku, kedua orang tuaku, dan beberapa kerabat dekatku ikut mengantarkanku ke bandara Halu Oleo siang itu.

Sebulan yang lalu, menuggu momen ini membuatku sangat excited namun hari ini sangat menyedihkan. Aku harus meniggalkan semua yang aku sayangi untuk sementara waktu.

Hari itu aku hanya bisa menitipkan keluargaku pada Allah.

Jadwal keberangkatanku 40 menit lagi, aku memutuskan memasuki ruang tunggu di bandara, aku salami dan memeluk semua anggota keluargaku yang mangantarku hari itu. 

Dengan langkah berat aku langkahkan kakiku menuju ruang tunggu bendara dan tanpa disadari air mataku tumpah sepanjang lorong menuju ruang tunggu bandara.

Sekitar pukul 16.00 akhirnya aku mendarat di bandara Soekarno Hatta, Jakarta.

Aku harus menunggu hingga pukul 22.10 untuk penerbangan selanjutnya untuk menuju Korea Selatan.

Dengan Rahmat dan kemudahan Allah, sekitar pukul 6 Pagi Waktu Korea Selatan tanggal 6 Maret 2021 untuk pertama kalinya menginjakan kaki di tanah asing dan sensasi ini adalah pengalaman pertama bagiku ke luar negeri.

Takut, was-was tentunya aku rasakan, untuk sebuah pengalaman pertama ke luar negeri, aku berangkat seorang diri, dan terkendala bahasa dengan warga lokal karena penduduk negeri gingseng tidak banyak yang dapat menggunakan bahasa inggris. 

Di area bandara International Incheon saya lebih banyak menggunakan bahasa isyarat.

Dengan kuasa dan kebesaran Allah setelah melalui berbagai drama sejak di bandara Seokarno-Hatta hingga Bandara Jeju, Alhamdulillah akhirnya sekitar pukul 14.10 WKS aku tiba di fasilitas karantina Covid-19 milik Universitas Nasional Jeju dan akan stay dalam ruangan karantina selama 14 hari.

Akan aku ceritakan di tulisan lain proses bagaimana pengalaman karantinaku selama 14 hari. 

Tidak sedikit yang bertanya “kamu pasti anak K-Popers ya? Fandom apa?” karena aku debut melanjutkan pendidikan ke Korea Selatan. Wait, wait, tidak semua yang lanjut studi ke Korea Selatan adalah Kpopers atau anak drakoran syai.

Pengen tahu bagaimana akhirnya si Aku ini bisa debut studi di negeri para oppa-eonni.

Lanjut baca ya syai😊.

***

Keinginan melanjutkan pendidikan ke luar negeri baru terbersit dipertengahan tahun  2017. Angin apa akupun nggak paham tiba-tiba aja gitu pengen. 

Bismillah, niat udah ditancapkan maka mulailah  membekali diri dengan kemampuan bahasa inggris, jujurly aku bukan anak yang punya interest dengan bahasa asing dari negara manapun, maka jadilah kemampuan bahasa inggrisku di bawah rata-rata, ups😌.

Tau diri maka mesti upgrade diri dengan terbiasa dengan bahasa Inggris setiap hari. Mulai dari medengarkan podcast dan menonton youtube berbahasa inggris seperti TED, BBC, DW documentation, dll.

Ditengah kesibukan mencoba membagi waktu belajar secara otodidak dan pada tahun 2018 saya bertemu dengan beasiswa KGSP (Korean Government Scholarship Program) merupakan beasiswa fully funded dari pemerintah Korea Selatan sekarang namanya sudah berganti menjadi GKS (Global Korea Scholarship).

Secara pribadi tergiur banget dengan salah satu syarat administrasi yaitu sertifikat kemampuan bahasa berupa TOEFL bersifat optional, maka saya mencoba untuk menyiapakan semua syarat administrasi yang bersifat wajib dan finally berkas dikirim ke kedutaan Korea Selatan di Jakarta, namun takdir belum mengindahkan untuk berlabu ke Korea Selatan pada tahun itu. 

Kesibukan harian di tempat kerja seakan mengambil semua waktu dan energi sehingga hampir tidak ada celah untuk lebih mempersiapkan diri dan administrasi mengikuti seleksi beasiswa manapun, salah satu aktivitas yang menyedot semua energi adalah persiapan untuk bertarung di seleksi CPNS tahun 2018. Namun lagi-lagi takdir belum mengizinkan menyandang NIP pada priode CPNS tahun 2018. Gagal CPNS membangunkan untuk kembali merajut asa untuk melanjutkan studi ke luar negeri.

Niatan untuk lanjut studi ke luar negeri hampir pudar dan harus ditebalkan kembali, untuk menambah semangat mulailah saya meracuni beberapa orang-orang terdekat dan terbujuk rayulah dua sohib sekantor Kak Yani dan Kak Nanang, love you bertubi-tubilah. 

Kami bertiga memutuskan untuk mempermantap kemampuan bahasa Inggris di kampung inggris, Pare. Hampir dua bulan kami godok bersama persiapan ke Pare mulai dari mencari lembaga kursus yang akan dipilh, meminta izin atasan, dan merampungkan kerjaan karena kami memilih cuti selama 3 bulan. 

Qadarullah, beberapa hari sebelum keberangkatan atasanku yang awalnya mengizinkan memintaku untuk mempertimbangkan kembali mengajuan cuti ke Pare mengingat beberapa hal saat itu dan pada akhirnya dengan perasaan berat hati dan bersalah pada temanku karena keputusanku yang tidak jadi ikut bersamanya ke Pare. 

Ini menjadi penyesalan. Merasa tidak enakan dan bersalah tentunya sangat menusuk hatiku, karena pembahasan ke Pare bukan sehari atau dua hari kami bahas namun berbulan-bulan. 

Meski tidak jadi ke Pare aku masih terus menyibukan diri dengan belajar secara otodidak dari Youtube selepas kerjaan kantor.

Seakan takdir manyambut dipertengahan tahun 2019 seorang dosen senior menginformasikan bahwa salah satu kampus di Jepang sedang mencari dua calon mahasiswa untuk jenjang pascasarjana. 

Dengan sigap tentunya aku segera mengajukan diri. Aku dan seorang rekanku mengajukan diri. Seminggu kemudian aku bertemu dosen senior tersebut, beliau memintaku untuk mengurus passport terlebih dahulu.

Entah apa yang menjadi pertimbangan dosen senior sehingga temankulah yang terlebih dulu didaftarkan dan aku akan didaftarkan pada bulan April tahun 2020.

Dengan sabar aku menunggu bulan April tahun depan sembari menyiapkan diri. Qadarullah, pada tahun 2020 banyak negara yang menutup pintu masuk dari negeri lain karena COVID-19 termaksud Jepang dan pendaftaranku yang direncanakan pada bulan April tahun 2020 harus ditunda hingga Jepang membuka pintu masuk bagi warga asing dari luar Jepang.

Akupun tidak pupus harapan, karena niat yang sudah menggebu-gebu untuk malanjutkan studi. Hari berganti, minggu berganti, dan bulan berganti. Aku masih mensearch beasiswa dari berbagai negara, aku juga mengikuti beberapa seminar beasiswa yang diadakan secara online baik yang bersifat resmi yang diadakan oleh pemerintah maupun seminar yang diadakan oleh awardee beasiswa untuk memperoleh kiat-kiat dalam menyiapakan syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Aku masih menargetkan beasiswa BUDI-LN dari pemerintah Indonesia. Aku harus mencari professor dari berbagai univeritas dari berbagai negara untuk dijadikan supervisor sebagai salah satu syarat yang diperlukan untuk pengajuan BUDI-LN.

Sebelum mengemail Professor aku harus menyiapkan CV dan merapikan kembali research plan yang akan aku lampirkan dalam email.

Alamat email Professor aku peroleh dari corresponding email yang termuat terdapat di paper2 ilmiah yang berhubungan dengan bidang riset yang ingin aku geluti.

Awal bulan enam aku mulai mengemail beberapa International Affairs Division dari beberapa universitas untuk menanyakan beasiswa dari univeritas tersebut dan akupun mulai kirimkan email pertamaku kepada seorang Professor di Queensland University of Technology, Australia.

Dua minggu aku menunggu email balasan namun belum juga ada. Jika dengan konsep kirim dan menunggu maka akan mambutuhkan waktu yang lama.  Sehingga pada email selanjutnya aku mengemail dua atau tiga Professor dalam sehari. Hingga pada akhirnya dua orang professor dari Irlandia membalas emailku dan salah satunya  seorang Professor dari University College Dublin menganjurkanku untuk mendaftar pada beasiswa Irish Research Council

Dalam proses pendaftaran beasiswa Irish Research Council membutuhkan IELTS dan pada saat itu aku sedang mengambil kelas persiapan untuk tes IELTS yang baru akan diadakan pada bulan Desember. Karena belum memiliki sertifikat IELTS dengan nilai batas minimum score 6.5 atau 7.0 (Kalau ingatanku tidak salah), aku mengemail Professor tersebut untuk mengkonfirasi apakah beliau bersedia menjadi supervisor dalam pengajuan beasiswa BUDI-LN, namun sayang sungguh sayang emailku tak dibalas lagi hingga hari ini, sadly, huu...huuu...huu...😭

Proses mengemail terus aku lakukan, hingga sekitar 20an Professor yang telah aku email.

Finally pada awal Oktober 2020 seorang Professor dari Korea Selatan (saat ini telah menjadi Professorku) membalas emailku dan langsung menawarkan akan memberikan beasiswa.

Ya, dibalasan pertama email dari Professor dari Korea Selatan ini langsung menawarkan akan memberikan beasiswa. Tidak ada wawancara sebelumnya, aku hanya melampirkan CV dan research plan (yang kata teman aku sangat biasa) saat mengirim email dan beliau langsung bersedia memberikan beasiswa padaku.

Masya Allah, Alhmdulillah. 

Bagai mimpi yang menjadi kenyatan. Tepat dimalam sebelumnya, aku sempat berbincang di whatsapp grup bestie2ku. Mereka tau aku tidak jadi mendaftar untuk studi ke Jepang dan mereka juga tau getolnya aku mengejar beasiswa ke luar negeri. Malam itu kami sempat membahas oppa-oppa Korea sambil cekikikan dan Maha Besar Allah pagi harinya seorang Professor dari Korea membalas emailku.

Saking senangnya setelah membaca email tersebut aku langsung berlari dan mencari mama aku. Karena kondisi Covid-19 saya termaksud pegawai yang WFH.

Ya, WFH. Semasa Covid-19 kantor pindah ke rumah, bukannya kerjaan makin sedikit dan lebih santai, malahan terasa semakin bejibun kerena hampir semua hal harus diubah menjadi sistem digital. Masih lekat di memori otot-ototku yang harus bergelut di depan leptop hingga hari berganti. 

"Ma. Aku ditawari beasiswa dari Professor di Korea Selatan" sambil melompat dan memeluk mamaku yang berjalan menghampiriku karena teriaku kegirangan.

"Alahmdulillah. Tapi jauhnya itu nak" 

Aku berjalan kembali menuju kamarku, mamaku ikut di belakangku dan duduk di tempat tidurku sembari melihatku membalas email calon Professorku.

"Sekolah lagi itu nak, kapan mau nikah? ada temanmu yang kamu kenal disana itu ana?" lanjut mamaku antara senang dan sedih. Beliau tau citaku namun khawatir akan cintaku, sebagai seorang wanita dengan umur yang sudah matang akankah aku ke pelaminan dengan jenjang pendidikanku. 

Aku yakin dengan ketetapan Allah, jenjang pendidikan tidak akan menghalangiku untuk bertemu pasangan hidup jika takdir itu tertulis di lauhul mahfudz.

Setelah membalas email dari calon Professorku aku kembali memeluk mamaku yang masih duduk di tempat tidurku

"In syaa Allah nanti nikah Ma. Lumayan banyak mahasiswa Indonesia di Korea. Tenang, anak mama yang cuantik ini tidak hilang" aku jawab pertanyaan Mamaku sambil bersandar di pundakanya dan mencoba menenangkan hati mama. 

Aku masih berharap mendapatkan BUDI-LN. Jika saya tidak salah ditahun awal BUDI-LN launching masih memberikan beasiswa pada mahasiswa yang melanjutkan pendidikan di luar negeri dari univeritas manapun asalkan memiliki Letter of Acceptance (LoA), untuk memastikan ingatanku aku menghubungi LPDP Customer Service via email yang tertera di website http://lpdp.kemenkeu.go.id untuk mengkonfirmasi hal ini, namun pada tahun ini beasiswa hanya diberikan pada mahasiwa yang mendapat LoA dari Univeritas yang masuk dalam list universitas BUDI-LN dan Universitas Professsor yang mau menerimaku tidak masuk dalam list BUDI-LN. 

Esok harinya aku kembali mengemail Professorku dan menyampaikan bahwa Jeju National University tidak masuk dalam list BUDI-LN sehingga aku tidak bisa mengajukan beasiswa dari pemrintah Indonesia. Sehingga saya akan menerima beasiswa dari beliau. Akupun juga menanyakan proses apa yang harus aku lakukan agar bisa melankutkan study disana dan Professorku mengirimiku website pendaftaran mahasiswa jenjang graduate yang kebenaran saat itu masih buka hingga awal bulan Desember 2020.

Mulailah dilema aku rasakan. Karena beasiswa professor yang aku terima berupa beasiswa partial funded tidak menangggung biaya keberangkatan, tuition fee, dan asuransi kesehatan. Selain itu aku juga harus memperhitungkan biaya asrama dan karena kondisi covid maka akupun harus membayar biaya karantina juga, maka hal ini harus aku bicarakan dengan kedua oarng tuaku, karena setelah menghitung biaya yang dibutuhkan untuk awal semester biayanya cukup besar. 

Aku dan keluargaku cukup sering mengobrol berbagai hal saat makan malam dan malam itu aku sampaikan pada orang tuaku perihal galauku.

"Pa, ada Professor dari Korea Selatan menawariku beasiswa. Tapi spp harus bayar sendiri, belum yang lain-lain. Tabunganku tidak cukup"

"Kira-kira butuh berapa?" ucap Bapakku sambil melihatku.

Kusebutkan nominal yang cukup besar itu dengan berat dari lisanku.

"Dibayarkan kapan?" sambung Bapakku bertanya sambil menyantap makan malamnya.

"Sekitar bulan Februari tahun depan Pa, setelah pengumuman diterima sebagai mahasiwa"

"Bismillah. Daftar saja dulu, saat ini uangnya belum ada, nanti diusahakan, semoga rezekinya ada" jawaban Bapakku dengan penuh keyakinan membesarkan hatiku.

Kami bukan keluarga yang bergelimang harta. Alhamdulillah selalu Allah cukupkan. Kedua orang tuaku akan jorjoran kalau bersangkutan dengan pendidikan, atas Maha kaya dan kelapangan yang Allah berikan semua kebutuhan kami selalu tercukupi, termaksud biaya awal yang aku butuhkan untuk melanjutkan studi ke Korea Selatan.

Berbagai syarat pendaftaran berupa Ijazah, transkrip, akta lahir, ktp orang tua, semua berkas harus diterjemahkan oleh penerjemah tersumpah dan dilegalisir di notaris. Setelah itu harus mengurus apostille di kedutaan besar Korea Selatan. Aku juga harus menyiapkan recomendation letter, alhamdulillahnya Pembimbing satuku saat studi sebelumnya masih mengingatku dan bersedia menuliskan recomendation letter untukku. 

Salah satu berkas pendaftaran yang dibutuhkan adalah bukti kemampuan bahasa Inggris, berupa TOEFL, IELTS, atau TOEIC, dan aku tidak perlu mengumpulkan salah satunya. 

Pasti pada nanya kok bisa tidak mengumpulkan? 

Pada kasus yang saya alami sebagai mahasiswa dengan jalur beasiswa rekomendasi Professor, pihak panitia seleksi mahasiswa baru di kampus saya menyampaikan bahwa saya tidak perlu mengumpulkan bukti kemampuan bahasa Inggris berhubung Professor saya sudah memberi rekomendasi, jadi syarat ini boleh tidak dikirimkan. Maha besar Allah dengan segala kuasaNya.

Pengurusan berkas-berkas pendaftaran sungguh menguras tabunganku dan tentunya juga tenaga. Semua berkas-berkas harus aku selesaikan sekitar 3 minggu sebelum aku kirim ke Korea Selatan.

Sebelum semua drama terjadi, drama yang membuat pusing adalah proses pendaftaran secara online melalui website www.uwayapply.com. Pada website ini calon mahasiswa harus membuat akun dan membayar biaya pendafataran agar memperoleh beberapa document pendaftaran yang harus disertakan pada saat pengiriman berkas seperti Application Form, Personal introduction and study plan, Financial support, dan beberapa dokumen isian lainnya. 

Drama yang terjadi pada saat proses pembayaran yang harus menggunakan kartu kredit. Semua teman-teman yang aku kenal tidak ada yang menggunakan kartu kredit. Saudaraku dan teman-temanku menanyakan kepada teman-teman mereka yang lain barangkali ada yang menggunakan kartu kredit dan alhamdulillah ada sesorang teman dari bestiku Lela, yang saat itu berada di Norwegia yang kebenaran adalah adik kelas kakaku saat S1. Terima kasih buat Asnin, telah membantu aku membayar biaya pendaftaran, yang kita sama-sama bingung karena website yang berbahasa Korea. Alhamdulillah satu rintangan terpecahkan, rintangan selanjutnya tidak kalah dramanya.

Proses pengurusan berkas pendaftaran dan pengurusan visa akan aku ceritaan lebih detail di tulisan yang lain karena kisah ini juga berdarah-darah bagiku.

Penutupan pendaftaran sisa 15 hari lagi, namun berkas harus aku kirimkan lebih awal, mengingat pengiriman berkas ke luar negeri butuh waktu 14 hari.

Hari pengumumanpun tiba. Siang hari itu adik perempuan, mamaku, dan seorang sepupuku yang sudah aku anggap layaknya Kakak kandungku ada di rumahku untuk menunggu pengumumanku.

Jam menunjukan pukul 16.00, aku membuka laptop dan mengetikan website Universitas untuk mengakses link pengumuman. Aku masukan nomor pendftaranku dan ku tekan tombol enter pada laptopku.

"Selamat anda diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Teknik Kimia dan Biologi" pengumuman itu tertuliskan dalam bahasa Korea.

"Alahmdulillah. Lulus" sambil ku tatap saudaraku, mamaku dan sepupuku yang saat itu ikut menunggu pengumumanku.

Setelah pengumuman kelulusan drama dan kesibukan lainpun menunggu beberapa hari ke depan.

Alahmdulillah, Maha besar, dan Maha kuasa Allah atas segala petunjuk, kesehatan, dan kemudahan yang Allah limpahkan padaku dan orang-orang terdekatku untuk terus membantuku mewujudkan satu harapan yang masih harus aku perjuangkan hingga lulus studi di negeri gingseng ini.

Terima kasih terbesar pada kedua orang tuaku yang dengan tulus terus mensupportku tanpa batas, semoga Allah merahmati keduanya. Kakaku, adik2ku, kerabatku, dan sahabat-sahabatku yang selalu  mendegarkan, membantu, dan memberi masukan atas galau-galauku semoga Allah membalas segala kebaikan kalian, aamiin. 

Love you all ☺❤❤❤☺

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Notasi Imiah, Awalan SI, dan Konversi Satuan

Bukan soal kesibukan namun kepedulian

Belajar memahami