Bukan soal kesibukan namun kepedulian

"Thank God you sent this person into my life" Kalimat di atas nampak lebay namun benar adanya bahwa di luar sana ada orang-orang yang bersyukur dengan kehadiran kita dalam hidup mereka. Bukan soal waktu namun soal kepedulian. Tidak sedikit orang yang menyempatkan diri untuk membantu meringankan kesulitan orang lain disela-sela kesibukannya karena mereka peduli dan tidak sedikit pula orang-orang yang memilki waktu luang namun mereka tidak mau membantu orang lain karena pada dasarnya mereka tidak peduli tentang kesulitan orang lain. Ada yang berfikir bahwa bantuan harus dalam bentuk yang terlihat wujudnya, namun ada bantuan dengan sekedar menemani, mendengarkan, memberi semangat, bahkan menepuk atau mengelus pundak. Saya merasakan sulitnya menemukan bahkan menjadi orang yang bisa membantu orang lain tanpa tendensi apapun. Tentunya menjadi orang baik itu proses yang tidak singkat.  Ada yang pernah mengatakan "kondisi apapun share kabar kamu ya" nyatanya saat ngesaherpu

Memilih

 
                         Foto: pixabay

"Kamu jangan kebanyakan milih, nanti ga nikah-nikah loh"

Pradigma ini cukup sering didengar perempuan usia matang namun belum juga menikah. Bukankah perkataan ini terlalu intimidatif.

Wanita layaknya pria yang punya standar mengenai pasangan yang bakal mereka pilih untuk menjadi pendamping hidup mereka.

Bukankah semua pasangan yang memutuskan menikah memiliki harapan pernikahannya hanya sekali dalam seumur hidup.

Lalu atas dasar apa wanita tidak bisa menentukan standar pendamping hidupnya?

Mengapa wanita menjadi kaum yang harus buru-buru nikah karena alasan "masa subur"?

Apakah pernikahan hanya  tentang memiliki keturunan?

Bukankah setiap pasangan yang menikah mengharapkan pasangan yang menentramkan, penuh cinta kasih, dan saling menjaga?

Fakta pernikahan hari ini menyuguhkan kekerasaan dalam rumah tangga, tingginya tingkat perceraian, dan berbagai masalah yang timbul dalam pernikahan yang tidak sehat akan berakibat fatal pada mental pasangan dan anak-anak yang mengalami deprsesi karena pertikaian orang tua.

Setiap rumah tangga pasti memiliki masalahnya masing-masing, tidak ada pernikahan yang tidak dihinggapi masalah.

Namun, aneh rasanya mengharapkan pernikahan yang meneduhkan namun keliru menentukan pilihan disejak awal dalam memilih seseorang yang bakal menjadi pasangan hidup.

Bukankah rumah tangga akan tentram jika sebagai pasangan kita memiliki lebih banyak pandangan yang sama  dan sedikit perbedaan pendapat, namun saat kita berbeda pendapat kita bisa saling menerima perbedaan itu.

Pasangan yang memiliki goal yang sama tentang masa depan. 

Pasangan yang kita nikahi adalah sesorang yang telah Allah takdirkan, namun kita tidak bisa dengan pasrah menerima siapa saja yang datang untuk menikah tanpa mengetahui akhlak dan katakternya.

Sebagai wanita kita bebas mendamba pasangan yang seperti apa, namun baiknya kita menyiapakn diri dengan ilmu untuk menyambut pria yang kita harapkan dalam doa dan upaya terus memperbaiki diri.

Tidak ada yang salah dengan menjadi wanita "terlambat" menikah.

Allah menakdirkan di waktu yang tepat dengan seseorang yang tepat.

Saat ini kita sedang berjalan saling mendekat dari ujung yang berbeda menuju satu titik yang sama dan akan bertemu di titik itu. Baik aku dan kamu tidak mengetahui seberapa panjang jalan menuju titik pertemuan kita.

Tiada pilihan bagi kita selain terus berjalan dan membekali diri dalam kepantasan hingga kita bertemu di titik pertemuan yang diijabmu ada namaku😊.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Notasi Imiah, Awalan SI, dan Konversi Satuan

Bukan soal kesibukan namun kepedulian

Belajar memahami