Bukan soal kesibukan namun kepedulian

"Thank God you sent this person into my life" Kalimat di atas nampak lebay namun benar adanya bahwa di luar sana ada orang-orang yang bersyukur dengan kehadiran kita dalam hidup mereka. Bukan soal waktu namun soal kepedulian. Tidak sedikit orang yang menyempatkan diri untuk membantu meringankan kesulitan orang lain disela-sela kesibukannya karena mereka peduli dan tidak sedikit pula orang-orang yang memilki waktu luang namun mereka tidak mau membantu orang lain karena pada dasarnya mereka tidak peduli tentang kesulitan orang lain. Ada yang berfikir bahwa bantuan harus dalam bentuk yang terlihat wujudnya, namun ada bantuan dengan sekedar menemani, mendengarkan, memberi semangat, bahkan menepuk atau mengelus pundak. Saya merasakan sulitnya menemukan bahkan menjadi orang yang bisa membantu orang lain tanpa tendensi apapun. Tentunya menjadi orang baik itu proses yang tidak singkat.  Ada yang pernah mengatakan "kondisi apapun share kabar kamu ya" nyatanya saat ngesaherpu

Berdamai Dengan Keadaan



Jelaslah sebuah kalimat yang terucap terasa mudah tersampaikan, namun sungguh berat menjalankannya. Tidak semudah itu berdamai dengan keadaan, menerima untuk hal yang menyakitkan adalah hal yang sulit kita terima.

Makin dewasa serasa tekanan yang kita rasakan makin berat, pencampaian yang tak sesuai dengan usaha, harapan yang tak kunjung terwujud seakan hari-hari kita hanya dilingkupi kegagalan demi kegagalan, sedangkan diseberang sana ada orang-orang yang bisa tertawa lepas tanpa beban, meraih yang ingin diraih, seakan dengan mudahnya memiliki apa yang didamba.

Setiap orang punya jalan takdirnya masing-masing. Jika Allah menetapkan takdir setiap orang berbeda mengapa Allah tidak menakdirkan kita dengan kehidupan yang baik-baik saja, tanpa beban ini, tanpa air mata, rasa sakit yang harus dibayar untuk setiap guratan senyum di wajah kita?

Jawabannya hanya satu karena Allah tau kita sanggup dengan semua ujian itu.

Mengapa kita melihat ujian kehidupan hanya berupa hal-hal yang  berwujud air mata, kimiskinan, kesakitan, penderitaan? bukankah kemewahan, kerupawanan, kecerdasan juga adalah ujian?

Saat Allah menakdirkan kita dengan keterbatasan ekonomi sejauh apa kita akan bersabar dengan ujian itu, sebaliknya saat Allah melimpahkan kita dengan kelebihan ekonomi sejauh apa kita akan tetap rendah hati dan menjadi sesorang yang dermawan. Dua hal ini sulit adanya, bagaimana bisa menjadi tidak rendah diri dan tetap sabar ditengah keterbatasan dan bagaimana menjadi orang yang tidak melampaui batas saat kita mampu melakukannya ditengah keberlimpangan yang kita miliki.

Berdamailah dengan keadaan adalah satu-satunya jalan agar hati kita tenang. Sulit? tentu. Menerima hal yang tidak kita harapkan bukanlah hal yang mudah. 

Ini butuh waktu, namun harus dilatih untuk dilakukan demi menjaga kesehatan jiwa kita. 

Hanya ada penderitaan tak berkesudahan di dalam hati yang terselip kebencian, kemarahan, dan menyalahkan. Semua keperihan ini hanya mehadirkan luka jiwa yang semakin parah, dan obatnya adalah menerima, ridho atas segala ketetapanNya. 

Menerima tentang apa? tentang semua hal yang kita rasa adalah kegagalan, kesakitan, penghiatan, menyalahkan takdir sang pencipta, lalu membandingkan-bandingkan kehidupan kita dengan orang lain. Mengapa takdir kita bukan kehidupan orang yang kita rasa kehidupannya mulus-mulus saja dan lebih bahagia dari kita. 

Allah tidak pernah salah dalam menetapkan sesuatu. 

Beribu-ribu tahun sudah matahari tetap terbit dari timur dan terbenam di barat, bumi mengelilingi matahari, udara yang kita hirup kandungannya masih sama, jika hal seluar biasa itu Allah atur dengan sempurna tanpa berubah sedikitpun lalu apakah mungkin Allah salah menentapkan takdir kita?

Menangislah, tumpahkan saja air mata kita, tak usah ditahan, utarakan semua keluh kita pada Maha pendengar, yang tak pernah sibuk. Allah ingin kita menjadikan Ia satu-satunya tempat melabuhkan semua harap.

Berdamailah dengan keadaan, lelah? iya. Sungguh sangat melelahkan dalam keseharian hanya ada air mata yang harus kita seka sendiri, hanya ada bahu yang kita kuatkan sendiri, hanya ada raga yang kita paksa bangkit sendiri. Kita bukan tak punya keluarga atau sahabat namun kita merasa masalah itu datang silih berganti dan kita tak mau menjadi beban bagi orang terkasih kita dan kita memilih menyimpan dan menghadapinya sendiri. Kita kuat, kita sanggup, karena Allah yang menjamin itu.

Jika jaminan dari Maha benar kita masih ragukan jaminanNya, lalu kepada siapa lagi harus kita percayai?

Allah memberi kita ujian bukan untuk meluluhlantahkan kita dalam kenestapaan tak berujung, namun menguatkan dan membentuk karakter kita.
 
Ibarat sebuah pedang sebelum menjadi pedang ia hanyalah sebuah besi yang jika disimpan akan berkarat dan menjadi serpihan tak bernilai, namun setelah dibakar, ditempa berkali kali, diasah, dipoles, jadilah ia pedang yang tajam, mengkilap, bernilai, dan bermanfaat.  

Biarkan Allah membentuk kita dengan caraNya, karena Allah tau yang terbaik bagi kita. Jadikan Ia tempat berharap, meminta, dan pemberi pertolongan satu-satunya.

Belajarlah berdamai dengan keadaan, walau sulit dan melelahkan. 

Kita tak sendiri, Allah mengirimkan kita orang-orang baik yang tulus tanpa syarat, Allah sungguh dekat meleibihi dekatnya urat nadi. Kita hanya butuh berprasangka baik akan semua ketetapnNya.

Jika hari ini ada tangis yang menyesakkan, yakinlah esok ada tangis yang melegakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Notasi Imiah, Awalan SI, dan Konversi Satuan

Bukan soal kesibukan namun kepedulian

Belajar memahami